Probolinggo, Armadaberita.com – Rendahnya mutu pembelajaran akibat kekurangan guru dan siswa menjadi tantangan serius di banyak sekolah daerah terpencil di Indonesia. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo berhasil mengatasi masalah ini dengan program pembelajaran kelas rangkap (multigrade). Multigrade ini dikembangkan Pemkab Probolinggo dengan dukungan program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), sebuah kemitraan pendidikan antara Australia dan Indonesia.
Plt. Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikmen), Toni Toharudin, mengapresiasi penerapan multigrade saat mengunjungi SDN Wonokerto 2 dan SDN Ngadisari 1 di Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (6/2).
Ia mengatakan multigrade memberikan peluang bagi siswa untuk belajar secara lebih interaktif dan meningkatkan hubungan sosial antar kelas. Sistem ini juga memungkinkan siswa senior membantu siswa junior di kelas yang lebih rendah dalam proses belajar. Pengalaman belajar seperti ini akan bermanfaat dalam pengembangan keterampilan sosial mereka.
Toni juga menyoroti pentingnya kualitas pengajaran agar dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa di berbagai kelas dalam satu ruang. “Guru harus mampu mengelola kelas dengan baik dan melaksanakan pembelajaran untuk berbagai kelompok usia serta memastikan semua siswa mendapatkan perhatian yang sesuai,” tambahnya.
Lebih lanjut, Toni mengusulkan perubahan sejumlah standar agar multigrade bisa diterapkan secara nasional. Baik standar isi, standar pengelolaan, maupun standar proses pembelajaran perlu disesuaikan dengan sistem multigrade. Dengan perubahan standar ini, menurut Toni, penerapan multigrade secara nasional akan sangat baik.
Tim Stapleton, Minister Counsellor of Governance and Human Development Kedutaan Besar Australia di Jakarta, menyatakan kegembiraannya saat melihat langsung penerapan pembelajaran multigrade di Probolinggo.
Dia menjelaskan bahwa kerjasama antara Pemerintah Australia-Indonesia yang terwujud dalam program INOVASI berfokus pada mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, salah satunya melalui penerapan multigrade.
“Kelas multigrade adalah sistem yang sudah diterapkan di banyak negara, termasuk Australia. Bahkan, saat saya SD, saya juga pernah belajar di kelas dengan sistem seperti ini. Ini sebagai solusi untuk mengatasi tantangan terkait kekurangan jumlah guru di banyak sekolah di Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut, Tim menambahkan bahwa program ini merupakan bentuk komitmen kerjasama Australia-Indonesia dalam mendukung Indonesia untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan, khususnya di Kabupaten Probolinggo.
“Pendekatan inovatif ini sangat bermanfaat di daerah yang mengalami kekurangan tenaga pendidik, memastikan bahwa para siswa tetap dapat belajar secara efektif meskipun dengan keterbatasan sumber daya. Program kelas multigrade di Kabupaten Probolinggo adalah contoh nyata dari kemitraan pendidikan antara Pemerintah Australia-Indonesia yang terbaik, menunjukkan bagaimana kita dapat berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah terpencil,” terangnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdaya) Probolinggo, Dwijoko Nurjayadi, mengatakan bahwa program multigrade berawal dari temuan Pemkab Probolinggo yang mengidentifikasi banyak sekolah mengalami kekurangan guru dan siswa.
Pada tahun 2018, tercatat sebanyak 232 sekolah di wilayah pelosok pegunungan dan kepulauan mengalami kekurangan guru. Selain itu, banyak guru yang akan memasuki masa purna tugas. Pada tahun yang sama, Pemkab Probolinggo dan INOVASI mencoba mengatasi masalah itu dengan mengujicobakan pembelajaran multigrade di 8 sekolah kecil yang berada di Kecamatan Sukapura.
Setelah berhasil di sekolah contoh, Pemkab Probolinggo menyebarluaskan multigrade ke lebih banyak sekolah. Setelah tujuh tahun, Pemkab Probolinggo telah berhasil meningkatkan mutu pembelajaran di 160 sekolah dengan pendekatan multigrade. Penyebarluasan ini sepenuhnya menggunakan APBD Probolinggo.
“Kami telah merasakan hasil dari multigrade ini yang berhasil mengatasi kekurangan guru di wilayah terpencil di Kabupaten Probolinggo. Untuk itu, sebagai komitmen bersama, kami kemudian mengembangkan secara mandiri ke 160 sekolah lainnya dengan kondisi yang sama,” terang Dwijoko (*)